Jangan Kau Benci Dengan Yang Namanya BANJIR

Setiap kali saya melihat awan-awan yang berwarna kelabu mendekati hitam. Beberapa pikiran ini langsung mucul di benak saya:

  1. "Gw bawa payung ga ya?"
  2. "Di rumah ada orang ga ya?"
  3. "Mudah-mudahan hujannya tidak terlalu deras.
Selanjutnya jika hujan benar-benar turun dengan derasnya sehingga seakan-akan langit itu menumpahkan beribu-ribu kubik air, seperti tong berisi air yang tersenggol kucing lalu tumpah ke tanah, maka jantung saya akan berdegup kencang, memikirkan rumah saya yang rawan tergenang air berlebih, alias BANJIR! Berharap disertai dengan berdoa agar rumah saya tidak banjir, atau minimal banjir tetapi tidak sampai masuk ke dalam rumah.

Hal demikianlah yang terjadi pada saya sore hari ini. Setelah melihat awan yang begitu gelap, diikuti dengan rintik-rintik hujan, selanjutnya kilatan cahaya dan sambaran petir, maka jadilah hujan derassssss. Sudahl barang tentu, banjir terjadi di sekitar rumah saya. Jalanan depan rumah saya digenangi air setinggi betis orang dewasa. Mau tak mau setelah turun dari ojek, saya harus "menyeker" menorobos genangan air tersebut menuju rumah saya (si abang ojek tidak mau mengantarkan hingga depan rumah karena genangan air yang semakin tinggi). "Banjir-banjiran" itu yang biasa kami sebut.

Bagi keluarga dan tetangga-tetangga saya, banjir merupakan hal yang wajar. Seperti wajarnya orang yang kentut sembarangan (lho??!! hahha). Kami sudah terbiasa akan hal itu semenjak belasan tahun yang lalu. Apabila banjir menggenangi jalan-jalan di depan rumah kami, sekitar semata kaki, sebetis, sedengkul, atau sepinggang, satu kalimat yang akan kami ucapkan
"Ya sudah, terobos saja banjirnya!"
Lalu, kami akan melakukannya, melepas sepatu kami, menentengnya dan berjalan "menerjang" banjir dengan tersenyum, atau lebih tepatnya menyengir. Bagi kami, air banjir tersebut bukan sesuatu yang benar-benar menjijikan, walau kami ketahui bahwasanya banjir tersebut merupakan air yang mengalir dan meluap dari kali, selokan-selokan rumah tangga, yang berisi kotoran manusia, sampah, dan sebagainya-sebagainya. Kami hanya mencoba berpikiran positif akan ini semua,
"Inilah keunikan tempat tinggal kami"
Mencoba membesarkan hati atas ketidaknyamanan yang kami rasakan selama ini. Kami pun tetap bertahan di komplek tersebut. Dengan kata lain, kami tidak pindah rumah dari sini. Mungkin dikarenakan kami sudah nyaman dengan lingkungan sosial di sini sehingga mampu dijadikan alasan agar tetap bertahan.


Banjir di depan rumah saya beberapa tahun yang lalu.


Ketika membaca blog-nya Kak Afra, yang dari judulnya saja sudah ketebak bahwa dia merupakan pecinta hujan (judulnya: Diary Hujan), sepertinya hujan itu memang benar-benar sesuatu yang indah, yang harus disyukuri dan dihormati (lha??!!). Terlepas dari itu semua, akibat dari hujan tersebut, yaitu banjir, sepenuhnya merupakan tanggung jawab atas ulah manusia. Tidak salah akan kalimat tersebut, namun rasanya bagaimanaaaa begitu.

Senada dengan Kak Afra, teman SMA saya, Edwar, juga memuji dan memuja kenikmatan hujan tersebut. Baginya, hujan merupakan saat-saat terindah, saat-saat yang harus dinikmati semaksimal mungkin. Saya pun berpikiran dan berperasaan yang sama. Saya juga mencintai hujan. Namun kecintaan akan hujan tersebut tidak terlalu bertahan lama. Hingga saat itu tiba.

Yaitu saat-saat dimana air hujan tersebut berakumulasi menjadi air bah atau biasa disebut banjir, lalu masuk memenuhi pelosok rumah saya. Biasanya air bah tersebut hanya sampai semata kaki. Namun yang terparah adalah ketika tanggal 10 November 2007, bertepatan dengan ulang tahun Kakak saya. Seakan-akan rumah saya seperti kolam renang ukuran anak kecil, atau kira-kira sekitar beberapa 15 sentimeter di atas dengkul orang dewasa. Dapat dibayangkan perabotan-perabotan dalam rumah saya terombang-ambing, tak jelas tata letaknya, dan yang pasti hilanglah sudah seni artistiknya. Sayang sekali foto-foto ketika kejadian itu terjadi hilang entah kemana! Alhasil berikut adalah sedikit pemandangan ketika banjir di rumah saya beberapa tahun lalu dan beberapa minggu yang lalu.


Pembokat sedang "menyerok" air dan mengumpulkannya di ember, lalu dibuang keluar. (beberapa tahun yang lalu)





Menggunakan teknologi "Pompa Air" yang mampu menyedot banjir. Namun, karena pompa tersebut hanya bisa digunakan jika airnya lebih dari sekian cm, maka mau tidak mau harus dikumpulkan terlebih dahulu airnya dalam ember juga. (10 Nov'08)

Oh yeah,,
Itu memang belum seberapa. Di luar sana, di luar komplek rumah saya maksudnya, sekitar daerah Tebet, Bidaracina, Kampung Melayu, Gandaria, dan sebaginya, banjir memang sudah menjadi sahabat tahunan. Air bah tersebut sampai-sampai menenggelamkan rumah mereka. Dan aneh tapi nyata, seperti yang saya dan tetangga-tetangga saya alami, kami terbiasa dengan hal itu, dan kami tidak mau pindah dari lingkungan tersebut.


Banjir di sekitar Ancol.


Banjir tersebut mengakibatkan sebagian kendaraan bermotor "mogok"

Memang tidak orang di dunia ini yang menginginkan terjadinya banjir. Rugi materiil, rugi waktu, dan sebagainya. Namun pasti ada makna di balik itu semua, ada sisi positifnya! Saya sendiri tidak tahu harus sampai kapan menanggung perasaan dag dig dug setiap hujan deras menerpa, saya sendiri juga ingin merasakan ketenangan, kenyamanan ketika hujan mengguyur bumi! Biarlah waktu yang kan menjawab semua (huahahhaha....). Setidaknya saya sudah berusaha untuk tetap membuang sampah pada tempatnya dan menanami sekitar rumah dengan pohon-pohonan :DD.
Semoga saja Pemerintah Daerah Depok dapat turut serta menanggulangi masalah ini.

Saya jadi teringat ketika dulu membaca sebuah buletin yang berisikan tentang pengalaman seseorang yang dengan "jijiknya" melewati genangan air yang "hanya" semata kaki di sekitar Halte Stasiun UI. Sebenarnya saya masih tidak habis pikir bagi sebagian orang-orang yang menganggap bahwa banjir merupakan hal yang really disguisting. Hallo ??!!! Kami sudah terbiasa dengan hal itu. Mengapa kalian tidak mencobanya sekali saja? Membenamkan kaki-kaki di antara air berwana cokelat yang dingin diiringi dengan segala bentuk benda, serta baunya yang sedap dihirup. Itu tidak terlalu buruk koq. Trust me!!!

0 komentar:

Posting Komentar

Photobucket